SELAMAT DATANG DI FAIDHIL BLOG. SEMOGA BERMANFAAT BAGI PEMBACA SEKALIAN

Selasa, 17 Januari 2012

Tafsir Gempa di Kitab Kuno Aceh

Gempa adalah fenomena alam, tetapi menurut kitab kuno Aceh, peristiwa itu menyiratkan pesan tertentu kepada penduduk suatu negeri.

Hand Phone itu terus berdering, namun tidak ada yang mengangkatnya, di pagi buta itu semua orang masih berada di luar rumah, gempa bumi sekuat 7,2 Skala Richter baru saja mengguncang, rasa was-was masih menyelimuti, sebagian warga dilanda panik, peristiwa yang terjadi pada hari Rabu (7/4/2010) itu mengingatkan orang pada gempa dahsyat yang disertai Tsunami 5 tahun lalu yang menelan banyak korban. Setelah suasana tenang, saya kembali ke dalam rumah dan membuka HP itu, di dalamnya ada beberapa SMS dan panggilan tak terjawab.
Sebagian SMS berisi pertanyaan tentang ‘tafsir’ gempa. Kebetulan saya memegang dua kitab kuno milik kolektor manuskrip Aceh, Tarmizi A Hamid, kedua kitab itu diperkirakan berusia lebih 300 tahun, hal itu bisa dikenal dari bentuk dan jenis kertas yang digunakan. Dalam kedua kitab itu tidak disebutkan judul dan pengarangnya, namun seluruh isi dapat dibaca dengan baik.
Kitab yang ditulis dengan tulisan tangan itu terdiri dari beberapa bab, salah satunya adalah bab ta’bir gempa yang disusun menurut bulan hijriah, karena saat itu masih bulan Rabiul Akhir, maka saya membuka bagian yang berkaitan dengan bulan tersebut, disana tertulis:
“Bab: Jika pada bulan Rabiul Akhir gempa pada ketika subuh, alamat lapar padanya.
Jika pada ketika dhuha, alamat dianugerahi Allah Taala pada bumi itu padanya.
Jika pada waktu dhuhur, alamat beroleh arti padanya, dan segala buah-buahan pun menjadi.”
Saya membuka kitab yang satu lagi, disana juga ada ta’bir dengan redaksi yang  berbeda:
“Jika pada bulan Rabiul Akhir gempa pada siangnya alamat segala kanak-kanak banyak mati.
 Jika pada malamnya gempa, alamat banyak pekerjaan yang sia-sia akan datang, atau betapa hina isi negeri itu.”
Saya terkejut karena kedua kitab itu menafsirkan makna buruk pada gempa yang baru saja terjadi, walau saya tidak sepenuhnya meyakini kebenarannya, malah sebaliknya saya mencoba menelusuri metodologi apa yang digunakan dalam menyusun kitab tersebut.
Sejauh ini saya meyakini (kemungkinan besar) ada dua metode yang digunakan dalam memahami ta’bir gempa tersebut.
Pertama, hasil rekaman sejarah sebelumnya, dimana pengarang menghimpun sejarah gempa, lalu menganalisa peristiwa apa yang menyusul setelahnya, analisa ini dilakukan dalam waktu yang relatif lama karena harus disertai dengan kalender peristiwa sebelum dan sesudah gempa, disertai analisa waktu (pagi, siang, malam) terjadinya gempa itu.
Kedua, diambil dari ilmu masa depan (makrifat), yang bisa saja berasal dari ilham yang diterima sang penulis, atau analisa mendalam terhadap kemungkinan yang akan timbul, yang tentu saja disertai dengan ilmu pendukung lainnya, seperti ilmu geologi, ilmu falak, ilmu pergantian musim, dan lain sebagainya.

HIKMAH YANG DAPAT DIAMBIL
Edukasi gempa
Gempa telah menjadi perhatian serius dari endatu kita, mereka menyelipkan pembahasan gempa yang memang rawan terjadi di Aceh karena letak geografisnya, dalam kitab-kitab yang biasa dibacakan oleh masyarakat umum seperti fiqh, tasauf, akhlak dan sejenisnya.
Pendidikan tentang gempa telah membudaya pada masa lalu, para ulama berusaha memberi penyadaran kepada masyarakat untuk mengantisipasi kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi setelahnya, sehingga masyarakat awam akan sadar bahwa gempa merupakan suatu kejadian yang akan disusul dengan kejadian lainnya.
Sebagai peringatan dini
Cara terbaik dalam mencegah banyaknya korban bencana alam seperti Tsunami adalah adanya perangkat Early Warning System (sistem peringatan dini). Sekarang perangkat tersebut sudah dipasang di samudra luas. Pada masa lampau metode peringatan dini juga telah dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga kitab-kitab yang dijadikan kurikulum pada lembaga  pendidikan seperti dayah disertai dengan peringatan tentang gempa bumi.
Terlepas dari akurat tidaknya peringatan yang dicantumkan dalam kitab tersebut minimal masyarakat telah bersiaga menghadapi suatu kejadian susulan akibat dari gempa bumi, Early Warning System yang dipasang di zaman modern juga bisa saja mengalami error, sebagaimana yang terjadi pada tahun 2007 lalu, perangkat peringatan dini Tsunami yang dipasang di Banda Aceh dan Aceh Besar berbunyi karena kesalahan teknis, walaupun demikian perangkat itu tetap diperlukan meskipun telah menyebabkan kepanikan luar biasa karena kegagalan sistemnya.
Upaya memahami fenomena alam
Secara sederhana bisa dikatakan bahwa segala kejadian yang terjadi di alam ini ada yang mengaturnya, karena disana ada Tuhan sekalian alam, namun pesan yang terkandung di balik suatu peristiwa tidaklah dipahami oleh semua makhluk yang ada.
Peristiwa gempa dan Tsunami yang terjadi pada akhir tahun 2004 di Aceh meninggalkan berbagai kisah tentang rahasia alam, seperti ribuan bangau putih yang bersarang di wilayah hutan bakau desa Lambada Lhok Aceh Besar, tidak kembali ke sarangnya sehari sebelum Tsunami menerjang wilayah tersebut. Ini menunjukkan bahwa kejadian alam dapat dideteksi oleh makhluk yang ada di bumi.
Dalam rangka menyingkap rahasia gempa bumi, ulama Aceh tempo dulu mencoba menganalisa pesan apa yang terkandung di balik peristiwa itu berdasarkan waktu kejadiannya.
Ini merupakan langkah luar biasa demi keselamatan anak cucu mereka di kemudian hari, upaya mereka dalam mengungkap ta’bir gempa patut mendapat penghargaan tinggi, karena terbukti kelalaian kita terhadap peristiwa itu telah menyebabkan ratusan ribu nyawa melayang hanya dalam hitungan menit.
*Penulis adalah pengurus MAA Provinsi Aceh, Ketua IKADI Kota Banda Aceh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar